Tanggapan "PLTN terasa dipaksakan?"
Berikut adalah tanggapan saya dalam blog Pak De Suryokotjo "relawandesa" yang memberitakan PLTN dipaksakan?
Ikut
sumbang pendapat ya tentang PLTN. Sebenarnya kalau kita mau jujur,
pemilihan PLTN tidak dipaksakan. Studinya sudah lama sekali dilakukan
mulai tahun 1972. Nuklir sudah harusnya masuk sebagai penyokong energi
Indonesia bersama dengan pengembangan energi lainnya, seperti solar,
wind and biomass. Mengapa ini sangat penting, karena cadangan dan
produksi oil, gas and coal kita sudah sangat menipis dan cenderung
menurun, padahal disisi lain demand akan terus naik. Berdasarkan PP No
5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, nuklir diarahkan untuk
berkontribusi sebanyak 2 % saja pada tahun 2025, sementara Geothermal 5
%. Kalau persiapannya selalu saja mundur, maka yang dirugikan
sebenarnya rakyat Indonesia juga, karena pasokan energi tidak terpenuhi
dimasa yang akan datang. Perlu persiapan sekarang-sekarang ini karena
pembangunan PLTN berkisar 6-8 tahun hingga akhirnya menghasilkan
listrik.
Untuk bahan bakar nuklir (BBN), pada tahap awal kita tidak
memproduksinya didalam negeri, karena jika kita memilih teknologi PWR
yang sudah banyak dimiliki oleh negara-negara didunia, membutuhkan
enrichment uranium facilities yang biaya pembangunannya lebih besar
dari bangun PLTN.
Jadi kita beli BBN dari negara-negara pensuplay uranium seperti
tetangga kita, Australia dengan sistem long-term contract pada
kesepakatan harga tertentu. Nah yang menarik dalam industri nuklir,
kenaikan bahan bakar hingga 50% hanya mempengaruhi biaya pembangkitan
sebesar 3 % sedangkan untuk PLTU dan PLTG masing masing terpengaruh 21
% dan 38 %. Artinya dari segi kenaikan/ekskalasi bahan bakar, PLTN
lebih stabil (studi OECD/IEA 2006). Mengapa ini bisa terjadi? Karena
menurut hitung-hitungan matematis, energi 1 gram uranium = energi 3 ton
batubara, dan asupan bahan bakar pada sebuah reaktor nuklir itu
berlangsung 18-24 bulan setelah asupan sebelumnya, tidak setiap hari
seperti PLTU.
Mengenai gempa, standard pembangunan PLTN selalu
mengutamakan keselamatan. Struktur beton lapisan reaktor dapat menahan
goncangan gempa dengan desain khusus. Jepang yang memiliki kekuatan
gempa yang lebih sering dan lebih kuat, saat ini mengoperasikan 55 PLTN
nya dengan selamat.
Tapak Muria yang direncanakan kita membangun PLTN diatasnya adalah zona
yang cukup aman dan lebih stabil dari pengaruh gempa (studi Newjec
1991)
Berita dari Kompas
- ~ Keamanan Teknologi Nuklir Diragukan
- ~ Komik Yang Mengkritik PLTN
- ~ Riset PLTN Didukung Pemerintah
- ~ Rencana Pembangunan PLTN Dipaksakan
- ~ Polemik Mengenai PLTN Di Tanah Air
- ~ PLTN Sebagai Masa Depan Energi Indonesia
- ~ PLTN Sebagai Alternatif Pembangkit Listrik
- ~ Pembangunan PLTN Dihentikan Sebelum Dimulai
- ~ Penelitian Ulang PLTN di Muria
- ~ SUTET Paiton Masih Menjadi Persoalan