Cara kerja sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan menggunakan Grid-Connected panel sel surya Photovoltaic untuk perumahan : . Modul sel surya Photovoltaic merubah energi surya menjadi arus listrik DC. Arus listrik DC yang dihasilkan ini akan dialirkan melalui suatu inverter (pengatur tenaga) yang merubahnya menjadi arus listrik AC, dan juga dengan otomatis akan mengatur seluruh sistem. Listrik AC akan didistribusikan melalui suatu panel distribusi indoor yang akan mengalirkan listrik sesuai yang dibutuhkan peralatan listrik. Besar dan biaya konsumsi listrik yang dipakai di rumah akan diukur oleh suatu Watt-Hour Meters.
Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana, sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi.
Modul fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar 60% dari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan pasar banyak maka pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal secara teoritis sudah dikuasai.
Dalam bidang fotovoltaik yang digunakan pada PLTS, Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi
Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah, bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Bahan sel surya sendiri terdiri kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan sel surya dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semikonduktor P-type dan N-type (terbuat dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot listrik.
Cara kerja sel surya sendiri sebenarnya identik dengan piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron tersebut bisa menempuh perjalanan menuju bahan semi-konduktor pada lapisan yang berbeda, terjadi perubahan sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan semi-konduktor, menyebabkan aliran medan listrik. Dan menyebabkan elektron dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk digunakan pada perabot listrik.
KOMPONEN – KOMPONEN DARI PLTS3.
1. Solar Module
Dalam bagian ini akan dijelaskan secara singkat komponen utama PLTS yaitu solar module. Setelah menjelaskannya, maka dilanjutkan dengan trend kedepan teknologi yang berkaitan dengan solar module.
2. Apa itu solar cell?
Sebelum membahas sistim pembangkit listrik tenaga surya, pertama-tama akan dijelaskan secara singkat komponen penting dalam sistim ini yang berfungsi sebagai perubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik tenaga matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell yang besarnya sekitar 10 ~ 15 cm persegi.
Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. multicrystalline silicon adalah bahan yang paling banyak dipakai dalam industri solar cell. Multicrystalline dan monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relativ lebih tinggi daripada amorphous silicon. Sedangkan amorphus silicon dipakai karena biaya yang relativ lebih rendah.
Selain dari bahan nonorganik diatas dipakai pula molekul-molekul organik walaupun masih dalam tahap penelitian.Sebagai salah satu ukuran performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai efisiensi 12~15 %. Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %. Amorphous silicon mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan metode-metode baru sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat mencapai 16.0 % sedangkan monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %.
Bahkan dalam satu konferensi pada September 2000, perusahaan Sanyo mengumumkan bahwa mereka akan memproduksi solar cell yang mempunyai efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan efisiensi yang terbesar yang pernah dicapai.Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil maka beberapa solar cell harus digabungkan sehingga terbentuklah satuan komponen yang disebut module.
Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell adalah dalam bentuk module ini.Pada applikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu module masih cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan 130 W) maka dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan terbentuklah apa yang disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi.
Secara lebih jelas lagi, dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NE-J130A yang mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1m2 untuk menghasilkan listrik sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin dipasang menambah luas area pemasangan.
Penerapan Photovoltaic (PV) Power System di Indonesia
Memperhatikan kesuksesan Arab Saudi dalam mengaplikasikan pembangkit listrik PV sebagai pensuplai energi listrik untuk penerangan terowongan, Indonesia dapat pula meniru kesuksesan tersebut bila adanya keseriusan dari pemerintah Indonesia di bidang ini. Penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 220 juta, sebagian besar tinggal di pedesaan dan masih banyak yang belum mendapatkan akses terhadap energi listrik. Sehingga perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan.
Energi merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan kegiatan ekonomi. Dengan tersedianya energi, peluang untuk melakukan kegiatan produktif dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya setempat cukup banyak. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Oleh karena itu, perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan pendanaan. Kebijakan yang diperlukan antara lain dengan memberikan subsidi, insentif fiskal dan berbagai kemudahan fasilitas. Berdasarkan studi komparatif, penulis memandang perlu kebijakan yang komprehensif oleh pemerintah dalam pengembangan energi pedesaan.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menyediakan energi bagi masyarakat pedesaan terutama listrik. Pemerintah telah mencanangkan program listrik masuk desa bahkan program listrik bertenaga sumber daya lokal seperti tenaga surya. Namun semua itu belum cukup, karena masih banyak daerah pedesaan terutama di daerah terpencil yang belum terjangkau karena sulitnya medan dan besarnya biaya dan investasi yang diperlukan.
Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System, Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah) di Desa Sukatani, Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres Listrik Tenaga Surya masuk Desa) untuk pemasangan 3.445 unit SHS di 15 propinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan (tidak terjangkau oleh PLN), kemampuan masyarakat setempat (pembayaran dengan cara mencicil) dan persyaratan teknis lainnya
Penerapan Photovoltaic (PV) Power System di Indonesia
Memperhatikan kesuksesan Arab Saudi dalam mengaplikasikan pembangkit listrik PV sebagai pensuplai energi listrik untuk penerangan terowongan, Indonesia dapat pula meniru kesuksesan tersebut bila adanya keseriusan dari pemerintah Indonesia di bidang ini. Penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 220 juta, sebagian besar tinggal di pedesaan dan masih banyak yang belum mendapatkan akses terhadap energi listrik. Sehingga perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan.
Energi merupakan salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan kegiatan ekonomi. Dengan tersedianya energi, peluang untuk melakukan kegiatan produktif dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya setempat cukup banyak. Sehingga pada akhirnya akan meningkatkan perekonomian dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Oleh karena itu, perlu suatu kebijakan yang dapat mendorong penyediaan energi khususnya listrik bagi masyarakat pedesaan. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan pendanaan. Kebijakan yang diperlukan antara lain dengan memberikan subsidi, insentif fiskal dan berbagai kemudahan fasilitas. Berdasarkan studi komparatif, penulis memandang perlu kebijakan yang komprehensif oleh pemerintah dalam pengembangan energi pedesaan.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menyediakan energi bagi masyarakat pedesaan terutama listrik. Pemerintah telah mencanangkan program listrik masuk desa bahkan program listrik bertenaga sumber daya lokal seperti tenaga surya. Namun semua itu belum cukup, karena masih banyak daerah pedesaan terutama di daerah terpencil yang belum terjangkau karena sulitnya medan dan besarnya biaya dan investasi yang diperlukan.
Penerapan PLTS oleh BPPT dimulai dengan pemasangan 80 unit PLTS (Solar Home System, Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya untuk Lampu Penerangan Rumah) di Desa Sukatani, Jawa Barat pada tahun 1987. Setelah itu pada tahun 1991 dilanjutkan dengan proyek Bantuan Presiden (Banpres Listrik Tenaga Surya masuk Desa) untuk pemasangan 3.445 unit SHS di 15 propinsi yang dinilai layak dari segi kebutuhan (tidak terjangkau oleh PLN), kemampuan masyarakat setempat (pembayaran dengan cara mencicil) dan persyaratan teknis lainnya
.
Program Banpres Listrik Tenaga Surya Masuk Desa yang telah memperoleh sambutan sangat menggembirakan dari masyarakat pedesaan dan telah terbukti dapat berjalan dengan baik akan dijadikan model guna implementasi Program Listrik Tenaga Surya untuk Sejuta Rumah.
Program ini juga merupakan salah upaya untuk mencapai target Pemerintah dalam melistriki seluruh pedesaan dan daerah terpencil di Indonesia dengan ratio elektrifikasi nasional di atas 75 persen. Besarnya biaya investasi untuk per unit PLTS ini mendorong BPPT mencari sumber dana pembiayaan serta membuat pola pengelolaan dan pendanaan. Pola ini terus berubah sejalan dengan kebijakan Pemerintah yang berlaku.
Tabel 2. Pengembangan Energi Alternatif Nasional; dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025
Semenjak tahun 2005, Pemerintah optimis terhadap program-program energi yang dirancangnya melalui Blueprint Pengelolaan Energi Nasional. Banyak jenis energi baru dan terbarukan (EBT) mulai dinyatakan untuk dikelola secara resmi dan serius di tataran nasional. Salah satunya energi surya, dimana merupakan salah satu perhatian pemerintah dalam meningkatkan aplikasi energi alternatif di Indonesia. Energi surya difokuskan untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor Pembangkitan Tenaga Listrik serta menangani kebutuhan energi Rumah Tangga dan Bangunan Komersial.
Kebijakan pemerintah tersebut sangat baik, namun beberapa langkah lain masih harus dilaksanakan. Adanya sinergi antara bidang-bidang yang terkait mutlak diperlukan. Sehingga diharapkan Blueprint tersebut dapat tercapai dengan baik dengan hasil memuaskan. Pemerintahpun telah membuat Roadmap Energi Surya untuk mendeskripsikan target-target spesifik dalam mewujudkan keinginan negara ini.
Tabel 3. Roadmap Energi Surya;
dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025
Kronologi Pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia
Berikut ini adalah beberapa data seputar pelaksanaan pembangkit listrik bertenaga surya yang diaplikasikan di Indonesia. PLTS di Indonesia (sampai 1997):
· Pengenalan Teknologi Surya melalui program militer 1970
· Proyek PLTS pertama dimulai oleh BPPT, Desa Sukatani, Sukabumi 1988.
· Proyek Sukatani dinyatakan sukses, dilanjutkan dengan program serupa (sasaran 1 juta rumah di desa) melalui dana Banpres, Ausaid, USAID, Novem, Bavarian State Matching Fund, PKT, PPLT dsb, 1989 - 1996;
· PLTS diperoleh dari bantuan international atau dibeli dengan APBN/APBD, dan pelaksanaan oleh perusahaan swasta dan LSM;
· Umumnya PLTS diberikan kepada masyarakat secara 100 % hibah, distribusi/instalasi oleh swasta atau LSM (jumlah terbatas);
· Sasaran “Proyek 1 Juta Rumah” jauh dari tercapai dan proyek tidak dilanjutkan antara lain akibat krisis moneter 1998-2000.
PLTS (terutama pembangkit PV) di Indonesia (2000 - sekarang)Kalangan pemerhati PLTS menilai Proyek tidak berhasil antara lain karena:
· Sangat rentan terhadap ketersediaan dana dari Pemerintah atau Donor;
· Distribusinya cenderung tidak adil/merata karena keterbatasan dana;
· Pelaksanaan distribusi tidak disertai dengan pelayanan “purna instalasi”, tidak ada jaminan keberlanjutan sistim;
· Tidak mendidik masyarakat untuk mandiri (tidak menimbulkan rasa memiliki);
· Tidak mendorong/menghambat proses komersialisasi PLTS yang mampu menjadikan PLTS sebagai komoditas, sebagaimana listrik konvensional (PLN);
· Pelaksanaan proyek menjadi ajang KKN di tingkat Pusat maupun Daerah;
· Dari kaca mata bisnis PLTS, sistem distribusi melalui proyek tidak melahirkan bisnis yang berkesinambungan (sustainable), karena tergantung dari ada tidaknya dana untuk proyek.
Kondisi Photovoltaic (PV) Power System di Inodnesia saat ini:
Tabel 3. Roadmap Energi Surya;
dikutip dari Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005 – 2025
Kronologi Pelaksanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia
Berikut ini adalah beberapa data seputar pelaksanaan pembangkit listrik bertenaga surya yang diaplikasikan di Indonesia. PLTS di Indonesia (sampai 1997):
· Pengenalan Teknologi Surya melalui program militer 1970
· Proyek PLTS pertama dimulai oleh BPPT, Desa Sukatani, Sukabumi 1988.
· Proyek Sukatani dinyatakan sukses, dilanjutkan dengan program serupa (sasaran 1 juta rumah di desa) melalui dana Banpres, Ausaid, USAID, Novem, Bavarian State Matching Fund, PKT, PPLT dsb, 1989 - 1996;
· PLTS diperoleh dari bantuan international atau dibeli dengan APBN/APBD, dan pelaksanaan oleh perusahaan swasta dan LSM;
· Umumnya PLTS diberikan kepada masyarakat secara 100 % hibah, distribusi/instalasi oleh swasta atau LSM (jumlah terbatas);
· Sasaran “Proyek 1 Juta Rumah” jauh dari tercapai dan proyek tidak dilanjutkan antara lain akibat krisis moneter 1998-2000.
PLTS (terutama pembangkit PV) di Indonesia (2000 - sekarang)Kalangan pemerhati PLTS menilai Proyek tidak berhasil antara lain karena:
· Sangat rentan terhadap ketersediaan dana dari Pemerintah atau Donor;
· Distribusinya cenderung tidak adil/merata karena keterbatasan dana;
· Pelaksanaan distribusi tidak disertai dengan pelayanan “purna instalasi”, tidak ada jaminan keberlanjutan sistim;
· Tidak mendidik masyarakat untuk mandiri (tidak menimbulkan rasa memiliki);
· Tidak mendorong/menghambat proses komersialisasi PLTS yang mampu menjadikan PLTS sebagai komoditas, sebagaimana listrik konvensional (PLN);
· Pelaksanaan proyek menjadi ajang KKN di tingkat Pusat maupun Daerah;
· Dari kaca mata bisnis PLTS, sistem distribusi melalui proyek tidak melahirkan bisnis yang berkesinambungan (sustainable), karena tergantung dari ada tidaknya dana untuk proyek.
Kondisi Photovoltaic (PV) Power System di Inodnesia saat ini:
· Beberapa perusahaan masih aktif dalam distribusi PV di pedesaan.
· Aktivitas utama bisnis PV (retail) berada di Propinsi Lampung, Jawa Barat, Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu,Sulawesi Selatan, dan didaerah lain seperti Bangka Belitung, Bali, NTB, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sumatra Utara, Riau, aktivitas bisnis ritel baru dalam tahap permulaan.
· Proyek pengadaan PV untuk hibah 100% masih tetap diadakan di hampir seluruh Daerah (Tk I/II), dengan dana APBN/APBD. Praktek ini potensial menjadi penghambat bagi perkembangan bisnis PLTS yang berkelanjutan.
kondisi bumi kita kian lama kian mengenaskan karena tercemarnya lingkungan dari efek rumah kaca (greenhouse effect) yang menyebabkan global warming, hujan asam, rusaknya lapisan ozon hingga hilangnya hutan tropis. Semua jenis polusi itu rata-rata akibat dari penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi, uranium, plutonium, batu bara dan lainnya yang tiada hentinya. Padahal kita tahu bahwa bahan bakar dari fosil tidak dapat diperbaharui, tidak seperti bahan bakar non-fosil.
Dengan kondisi yang sudah sedemikian memprihatinkan, gerakan hemat energi sudah merupakan keharusan di seluruh dunia. Salah satunya dengan hemat bahan bakar dan menggunakan bahan bakar dari non-fosil yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga air, energi panas bumi, tenaga matahari, dan lainnya. Duniapun sudah mulai merubah tren produksi dan penggunaan bahan bakarnya, dari bahan bakar fosil beralih ke bahan bakar non-fosil, terutama tenaga surya yang tidak terbatas.
.
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja : bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini.
Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan lebih diminati karena dapat digunakan untuk keperluan apa saja dan di mana saja : bangunan besar, pabrik, perumahan, dan lainnya. Selain persediaannya tanpa batas, tenaga surya nyaris tanpa dampak buruk terhadap lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya.Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini.
Tidak itu saja di negara-negara sedang berkembang seperti India, Mongol promosi pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus dilakukan. Untuk lebih mengetahui apa itu pembangkit listrik tenaga surya atau kami singkat dengan PLTS maka dalam tulisan ini akan dijelaskan secara singkat komponen-komponen yang membentuk PLTS, sistim kelistrikan tenaga surya dan trend teknologi yang ada.
2. KONSEP KERJA SISTEM PLTS
2. KONSEP KERJA SISTEM PLTS
Pembangkit listrik tenaga surya itu konsepnya sederhana. Yaitu mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari merupakan salah satu bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar dan tidak memerlukan bahan bakar. Sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih dan ramah lingkungan.
Badingkan dengan sebuah generator listrik, ada bagian yang berputar dan memerlukan bahan bakar untuk dapat menghasilkan listrik. Suaranya bising. Selain itu gas buang yang dihasilkan dapat menimbulkan efek gas rumah kaca (green house gas) yang pengaruhnya dapat merusak ekosistem planet bumi kita.
Sistem sel surya yang digunakan di permukaan bumi terdiri dari panel sel surya, rangkaian kontroler pengisian (charge controller), dan aki (batere) 12 volt yang maintenance free. Panel sel surya merupakan modul yang terdiri beberapa sel surya yang digabung dalam hubungkan seri dan paralel tergantung ukuran dan kapasitas yang diperlukan.
Yang sering digunakan adalah modul sel surya 20 watt atau 30 watt. Modul sel surya itu menghasilkan energi listrik yang proporsional dengan luas permukaan panel yang terkena sinar matahari.
Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen.
Rangkaian kontroler pengisian aki dalam sistem sel surya itu merupakan rangkaian elektronik yang mengatur proses pengisian akinya. Kontroler ini dapat mengatur tegangan aki dalam selang tegangan 12 volt plus minus 10 persen.
Bila tegangan turun sampai 10,8 volt, maka kontroler akan mengisi aki dengan panel surya sebagai sumber dayanya. Tentu saja proses pengisian itu akan terjadi bila berlangsung pada saat ada cahaya matahari. Jika penurunan tegangan itu terjadi pada malam hari, maka kontroler akan memutus pemasokan energi listrik. Setelah proses pengisian itu berlangsung selama beberapa jam, tegangan aki itu akan naik. Bila tegangan aki itu mencapai 13,2 volt, maka kontroler akan menghentikan proses pengisian aki itu.
Rangkaian kontroler pengisian itu sebenarnya mudah untuk dirakit sendiri. Tapi, biasanya rangkaian kontroler ini sudah tersedia dalam keadaan jadi di pasaran. Memang harga kontroler itu cukup mahal kalau dibeli sebagai unit tersendiri. Kebanyakan sistem sel surya itu hanya dijual dalam bentuk paket lengkap yang siap pakai. Jadi, sistem sel surya dalam bentuk paket lengkap itu jelas lebih murah dibandingkan dengan bila merakit sendiri.
Biasanya panel surya itu letakkan dengan posisi statis menghadap matahari. Padahal bumi itu bergerak mengelilingi matahari. Orbit yang ditempuh bumi berbentuk elip dengan matahari berada di salah satu titik fokusnya. Karena matahari bergerak membentuk sudut selalu berubah, maka dengan posisi panel surya itu yang statis itu tidak akan diperoleh energi listrik yang optimal. Agar dapat terserap secara maksimum, maka sinar matahari itu harus diusahakan selalu jatuh tegak lurus pada permukaan panel surya.
Jadi, untuk mendapatkan energi listrik yang optimal, sistem sel surya itu masih harus dilengkapi pula dengan rangkaian kontroler optional untuk mengatur arah permukaan panel surya agar selalu menghadap matahari sedemikian rupa sehingga sinar mahatari jatuh hampir tegak lurus pada panel suryanya. Kontroler seperti ini dapat dibangun, misalnya, dengan menggunakan mikrokontroler 8031. Kontroler ini tidak sederhana, karena terdiri dari bagian perangkat keras dan bagian perangkat lunak. Biasanya, paket sistem sel surya yang lengkap belum termasuk kontroler untuk menggerakkan panel surya secara otomatis supaya sinar matahari jatuh tegak lurus. Karena itu, kontroler macam ini cukup mahal.
1. Biaya produksi pembuatan sel surya.
1. Biaya produksi pembuatan sel surya.
Jika kita melihat proses pembuatan sel surya dengan mengambil contoh yang menempati 90% pangsa pasar sel surya saat ini, maka terlihat adanya proses produksi yang melibatkan modal besar (high capital), yakni industri semikonduktor. Industri semikonduktor ini masih merupakan industri padat modal karena bersandar pada pembuatan dan penyediaan silikon, lebih tepatnya wafer silikon. Sejatinya, silikon sendiri ialah elemen terbanyak kedua di kulit bumi setelah oksigen, sehingga harganya relatif rendah.
Hanya saja, dengan kebutuhan industri semikonduktor yang meminta kadar kemurnian silikon sangat tinggi, sekitar 1 bagian per milyar (1 ppb),
biaya pemrosesan silikon untuk semikonduktor menjadi berlipat-lipat. Proses pembuatan silikon sejak dari penambangan, pemurnian dan pemotongan inilah yang memilki andil sekitar 65% dari total harga sebuah sel surya. Data tahun 2004 mengenai harga silikon dunia dengan kadar tersebut kira-kira US$ 50/kg dan terus meningkat dikarenakan adanya permintaan industri semikonduktor maupun elektronik. Pemrosesan seperti masing-masing menyumbang 10 dan 25% dari total harga sel surya.
Secara kasar, saat ini, harga sebuah sel surya sekitar US$ 4-5/Watt, belum termasuk pendukungnya. Sehingga jika seorang konsumen hendak membeli sel surya dengan daya 50 Watt, maka perlu menganggarkan biaya sekitar US$ 200-250 (lihat tabel di akhir tulisan).
Agak sedikit melebar, lantas, bisakah kita membuat industri sel surya sendiri agar sel surya bisa lebih mudah terjangkau di pasar sendiri?
Secara kasar, saat ini, harga sebuah sel surya sekitar US$ 4-5/Watt, belum termasuk pendukungnya. Sehingga jika seorang konsumen hendak membeli sel surya dengan daya 50 Watt, maka perlu menganggarkan biaya sekitar US$ 200-250 (lihat tabel di akhir tulisan).
Agak sedikit melebar, lantas, bisakah kita membuat industri sel surya sendiri agar sel surya bisa lebih mudah terjangkau di pasar sendiri?
Pada dasarnya tentu saja hal ini sangat mungkin dengan beberapa catatan menurut opini saya.
Pertama, pembuatan silikon untuk sel surya atau semikonduktor ialah sebuah usaha padat modal yang sangat besar dari segi investasi. Dan tidak semua negara di dunia yang mampu secara teknologi melakoni pekerjaan besar ini, hanya beberapa negara saja yang mampu membuat silikon dengan kadar yang dibutuhkan maupun wafer silikon, semisal, Amerika, Jerman, Jepang dan Korea.
Pertama, pembuatan silikon untuk sel surya atau semikonduktor ialah sebuah usaha padat modal yang sangat besar dari segi investasi. Dan tidak semua negara di dunia yang mampu secara teknologi melakoni pekerjaan besar ini, hanya beberapa negara saja yang mampu membuat silikon dengan kadar yang dibutuhkan maupun wafer silikon, semisal, Amerika, Jerman, Jepang dan Korea.
Selain itu, industri pembuatan silikon berkadar tinggi maupun pembuatan wafer silikon ini juga menyedot tenaga listrik yang cukup besar. Namun mengingat bahan dasar silikon seperti pasir silika ini mudah ditermui di Indonesia , dengan dukungan investor dan pemerintah, saya kira kita cukup mampu dalam hal ini. Masak calon PLTN Muria yang heboh 80 trilyun saja kita menyanggupi, membuat sebuah pabrik wafer silikon saja kurang mampu?
Kedua, jika dalam jangka pendek tujuannya ialah memasarkan sel surya sebanyak mungkin, maka kita perlu meniru langkah China dalam memasarkan sel surya di negaranya. Industri-industri China tidak membuat material dasar silikon untuk sel surya ini. Mereka juga tidak memiliki kemampuan dalam membuat mesin-mesin yang dipergunakan pabrik-pabrik mereka untuk membuat sel surya dalam skala besar.
Hanya saja, strategi mereka ialah, mengimpor mesin-mesin pabrik dari Jerman sebagai bahagian dari investasi, serta mengimpor material silikon khusus untuk sel surya dari negaa-negara lain semisal, Jerman, Jepang dan Korea Selatan. Keunggulan komparatif upah pekerja yang murah, membuat sel-sel surya made in China saat ini merajai pasaran sel surya Eropa selain menjadi tuan rumah di negara sendiri. Hal ini saya saksikan sendiri dalam ajang PVSEC-15 di Shanghai, China. Mungkin strategi ini dalam jangka pendek bisa diterapkan di Indonesia. Namun kembali lagi, kita masih menunggu peran investor dan negara dalam hal ini.
2. Biaya perangkat dan pelayanan pendukung.
Memanfaatkan sel surya untuk keperluan apapun membutuhkan perangkat pendukung yang disebut Balance of System (BOS) yang biasanya terdiri atas baterei, inverter, biaya pemasangan serta infrasturktur (lihat gambar berikut). Di sini peran BOS sangat penting sehinga semua ini (Sel surya + BOS) disebut dengan sistem fotovoltaik. Baterei serta pegontrolnya diperlukan untuk meyimpan tenaga listrik untuk pemakaian di malam hari jika diperlukan. Inverter dibutuhkan untuk mengubah keluaran sel surya yang berarus DC menjadi AC sesuai dengan keperluan perumahan. Dan instalasi diperlukan untuk menyelaraskan bentuk (atap) rumah dengan berapa luas sel surya atau daya yang dibutuhkan agar optimal.
Gambar di bawah ini sedikit menggambarkan berapa porsi anggaran yang dibutuhkan pada saat pemasangan dan perbandingannya pada 20 tahun kemudian. Asumsi memakai 1300 Watt menggunakan baterei 35 Ah. Literatur ini menggunakan negara Meksiko sebagai contohnya.
Di sana terlihat bahwa komponen baterei yang memiliki masa pakai optimum yang terbatas (sekitar 4 tahun), memerlukan perhatian khusus terutama karena adanya penambahan biaya ekstra untuk penggantian baterei baru.
Secara perhitungan kasar, harga Sel surya + BOS ini mencapai US$ 8-10/Watt. Sehingga jika hendak menggunakan sel surya di perumahan lengkap dengan sarana pendukungnya untuk 1300 Watt atau 1.3 kW, maka biaya kasar yang perlu diperlukan kira-kira 1300 Watt x (US$ 8 – 10) = US$ 10.400 – 13.000 atau jika di-rupiah-kan sekitar Rp 98.880.000 – 117.000.000 dengan masa pakai 20 tahun lebih dan biaya tambahan untuk penggantian baterei per 4-5 tahun sekali.
Tabel di bawah merupakan simulasi perhitungan biaya yang diperlukan untuk memasang sel surya di sebuah rumah dengan kapasitas daya terpasang sebesar 50 Watt. Jika hendak memasang sel surya di rumah dengan daya 1000 Watt mirip dengan rata-rata daya terpasang pada rumah di Indonesia dari PLN, maka harga total tinggal dikalikan saja dengan 20.
Energi surya adalah sumber energi terbarukan yang sedang dan (kemungkinan) akan berkembang paling cepat. Tapi, teknologi energi surya memiliki kelemahan laten, karena tidak bisa membangkitkan listrik di malam hari atau saat sinar matahari tertutup awan. Lalu bagaimana solusinya?
Sebuah konsorsium bernama SolarReserve menawarkan satu solusi menjanjikan, baik dari segi kehandalan sistem, ekonomi, maupun keamanan lingkungan. Jawabannya ada pada garam.
SolarReserve menggunakan teknologi yang dapat menyimpan energi panas cahaya matahari di dalam larutan garam mendidih. Proyek pertama SolarReserve akan menghasilkan listrik 500 MW (dapat menyediakan listrik sekitar 400 ribu rumah), setara dengan kapasitas pembangkit listrik berbahan bakar batubara, tapi tidak menghasilkan gas rumah kaca.
Berbeda dengan pembangkit listrik tenaga surya lain, teknologi milik SolarReserve dapat menghasilkan listrik saat langit mendung, bahkan malam hari. Dalam 10 hingga 15 tahun ke depan, SolarReserve merencanakan membangun 10 pembangkit listrik jenis ini.
Pembangkit listrik yang menggabungkan energi surya dan larutan garam ini memiliki prinsip kerja hampir serupa dengan pembangkit listrik tenaga surya di Seville. Di Seville terdapat ratusan cermin yang memantulkan sinar matahari ke sebuah tower. Pada tower ini diletakkan tanki besar berisi air. Energi matahari akan memanaskan air di dalam tanki, lalu menghasilkan uap panas, yang kemudian disalurkan ke turbin-turbin untuk menghasilkan listrik.
Pembangkit listrik tenaga surya (thermal) 11 MW di Seville, Spanyol Pada teknologi milik SolarReserve, mereka tidak menggunakan ‘air biasa’ di dalam tanki, tapi air garam. Ratusan cermin memantulkan cahaya matahari ke tanki, memanaskan air garam hingga 1,000 derajat Fahrenheit (538 derajat Celsius). Air garam mendidih (yang membawa uap panas) lalu dipompa ke generator untuk memutar turbin uap dan menghasilkan listrik.
Diagram pembangkit listrik tenaga surya-garam mendidih
Hingga di sini, prinsip kerja pembangkit milik SolarReserve masih sama dengan pembangkit di Seville. Lalu apa yang membedakan? Pembangkit di Seville tidak dapat beroperasi di malam hari atau saat cuaca mendung, sedangkan milik SolarReserve dapat bekerja 24 jam sehari. Inilah keunggulan utama teknologi baru ini.
Rahasianya adalah karena SolarReserve menggunakan garam, campuran sodium dan potassium nitrate. Larutan tersebut memiliki kemampuan menyimpan panas. Riset yang dilakukan The National Solar Thermal Test Facility menyimpulkan bahwa garam mendidih adalah larutan yang paling baik digunakan menyalurkan energi panas. Selanjutnya lembaga tersebut mengatakan bahwa panas yang tersimpang masih cukup untuk memutar turbin uap tekanan tinggi, walaupun saat tidak ada sinar matahari.
Keuntungan lain dari teknologi ini adalah karena tidak melibatkan bahan-bahan yang dapat terbakar, tidak beracun, dan yang paling penting tidak menghasilkan karbon dioksida.
Konversi Energi Surya
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Energi Konversi
Disusun oleh:
Annisa Dwi Kharisma
Aji Harun Arrasyid
Dia Sendiawan
Ginanjar Aditama
Wahyuni Nur Alam
Kuswandi
M. Taufiq I
Indra K
Utang Suhanda
Pendidikan Teknik Elektro A
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia
Tahun Akademik 2008/2009
Baca Juga:
- ~ Charger Dengan Tenaga Surya
- ~ Sepeda Dengan Penggunaan Energi Matahari
- ~ Penjualan Produk Energi Matahari
- Mengenal Inverter
- ~ Onta Sebagai Alat Angkut Kulkas Vaksin Tenaga Surya
Artikel sebelumnya:
- ~ Pengembangan Energi Surya Di Tanah Air
- ~ Energi Panas Surya Dimanfaatkan
- ~ Pemasangan PLTS Pada 3.000 Rumah
- ~ Warga Pedalaman Kalimantan Manfaatkan PLTS
- ~ Listrik Tenaga Surya Bagi Warga Kupang